Sabtu, 31 Januari 2015

Hi February :)

Kamar Kost, 00.45, White and Brown Batik

Beberapa kairos dari semua momen di pergantian bulan yang patut disyukuri:
1. Teguran dalam ayat hapalan :)
(Orang yang SABAR melebihi seorang pahlawan, orang yang MENGUASAI DIRINYA, melebihi orang yang merebut kota. (ams 16:32))

2. Sukacita ditengah rasa lelah, yang sudah lama tidak aku rasakan, kembali datang, ketika mendapat anugerah ngajar les bahasa inggris di KA-12 perkantas, lanjut rumah singgah (bagaikan kejar tayang :D ), dan ingin bersyukur dengan sangat, bagaimana hari Sabtuku akan berlalu setiap minggunya dengan belajar bersama anak-anak manis itu :)

3. Mendapat kesempatan menemani Sendi latihan untuk simulasi KP. Berdoa dengan sangat kamu bisa melihat, bagaimana Dia memprosesmu ditengah rasa malu menghadapi org banyak ini adekku :) berharap bisa datang tgl 3 Feb di EE clinic! ;)

4. Kesempatan persiapan trainer Kairos :) :) :) sukacita mengalahkan lelah malam itu. Ingin mempersiapkan yang terbaik, untuk menyampaikan isi hatiNya bagi para calon pekerjaNya! :D

5. Sharing ke dosbing masalah visi dan susunan rencana hidupku kedepan, bersyukur untuk moment diteguhkan dalam firman dan berdoa bersama yang dipimpin langsung oleh beliau ketika selesai bimbingan :")

6. Dapat modal untuk menghadapi bulan kasih sayang besok, dari pesan saat teduh hari ini... "SANGKAL DIRI-PIKUL SALIB-FOKUS IKUT DIA dalam berbagai aspek".

Diproses lagi di bulan Februari? Aku siap TUHAN :) :) :D


Selasa, 27 Januari 2015

Kenapa harus aku yang bodoh ini (?)

Kamar Kost, 00.00, Black and Black.
Diusiaku saat ini, bukanlah hal yang gampang untuk hidup free tanpa pikiran, enjoy asik ala-ala ABeGe.
Lulus SMA 2009, baru kuliah 2010, 2015 masih belum maju sidang, dan beberapa cerita-cerita kecil didalamnya, adalah kondisi yang cukup pekat menurutku, tidak dipungkiri ada masa-masa depresi didalamnya.

Malam ini, sisi melankolisku mendorongku untuk menulis beberapa hal yang cukup berat untuk terus aku pertahankan dalam kondisiku saat ini.
Yang paling berat untuk aku pertahankan saat ini adalah KTB ku dengan adik-adik...
Berat dalam kondisi seperti ini:
Menjadi kakak yang selalu care, disaat care untuk diri sendiri aja lupa.
Senyum tepat pada waktunya, mood untuk senyum aja ga punya.
Mengatakan "it's okey dek, kamu bisa", ditengah keminderan pada diri sendiri.
"ayok, kapan kita belajar bareng?", ditengah kesulitan diri mengatur waktu belajar.
"ayo kapan bisa KTB, disaat waktu untuk PA pribadipun cukup sulit ditemukan.
Ada banyak hal berat yang harus tetap dilakukan dalam kondisi saat ini, dan yang paling berat dari semua hal diatas adalah ketidakmampuan untuk tidak melakukannya.
Berat untuk tidak care, tidak tersenyum, tidak menyemangati, tidak mengejar kekonsistenan KTB, tidak mendampingi mereka. Berat untuk tidak mengerjakan hal yang memang seharusnya dikerjakan ini, sekalipun sering merasa terhakimi dengan perasaan akan diri yang munafik ini.
Malam ini, jadi teringat lagi ketika kak Meichelani (kakak bimbing pertamaku) bilang: "nanti, ketika kamu sudah jadi kakak bimbing, akan ada waktunya dimana seakan-akan Tuhan tidak mengijinkanmu untuk memikirkan dirimu, seakan-akan hanya boleh memikirkan dia, dan mereka."
Hahaha, aneh rasanya mengingat hal itu, ketika yang dikatakan itu terjadi.

Terberat kedua, tetap ada visi yang begitu kuat, yang menyeretku untuk mengerjakannya.
Ditengah rasa capek ini, ada sukacita yang begitu luar biasa disekujur tubuhku, ketika bisa mengajar anak-anak les gratis bahasa inggris.
Ditengah kebodohanku, aku diberi kesempatan mengajari mereka. Senang rasanya, ketika mereka mengerti, lalu berebutan menunjukkan hasil pekerjaan mereka sambil berkata "kak, kaya gini kan?", "kak, aku benar kan?", atau ketika ada yang diam, lalu setelah dihampiri dan diajari, ekspresi mukanya berubah, lalu berkata "aku bisa kak".
Ahh, senangnya hati ini, seakan-akan lupa, kalau diumur ke-23 tahunku, aku belum wisuda.

Terberat ketiga, setiap hari harus memikirkan, bagaimana caranya mendapatkan dana? Disaat kebutuhan untuk diri sendiri aja dicukup-cukupkan dan terkadang tak terpikirkan, aku harus memikirkan bagaimana caranya mendapatkan Rp 2**.000.0000,- ?
Merekap pendapatan, jualan yang terkadang harus pake muka tembok, mikir ide jualan, nyatat, rekap uang, mikir, nyatat, masak, antar pesanan makanan, rekap uang. Jujur, kalau bukan mengingat nilai kekal dan esensi tujuan dari apa yang aku kerjakan sekarang, mungkin bendera putih sudah terangkat sekarang.

Terberat berikutnya, tidak memikirkan (mengkhawatirkan) mereka yang memikirkanmu (mengkhawatirkanmu).
Menjaga kepercayaan mereka yang mempercayaimu.
Bertanggung jawab atas hal yang tidak selayaknya diberikan padamu.

Lalu, ditengah tulisan ini, aku teringat bagaimana Yesus berdoa sampai mengeluarkan peluh yang 'seperti' ataukah 'memang' darah (?)
Betapa tidak terbandingkannya apa yang kuanggap berat saat ini, dengan apa yang ditanggungNya 2000 tahun yang lalu.
Proses yang berat bagiku saat ini, pada akhirnya aku pula yang akan merasakannya, dan menikmati hasilnya.
Tapi, beban berat yang harus ditanggungNya saat itu bukanlah karena salahnya, dan bukanlah untuk kepentingan diriNya, melainkan untuk ku, dan kamu.
Karena dosaku, dan dosamu.

Mati untuk diri sendiri, bukanlah hal yang mudah kawan.
Sering kali yang kita lakukan ditengah kesulitan semua proses ini adalah lari. Lari dari kenyataan, dan mencoba menghipnotis diri sendiri. Seakan-akan mau bilang "aku baik-baik saja kok, hubunganku padaNya aman-aman saja kok, tapi diujung kalimat ada kata-kata tapi bohong."

Terkadang aku heran akan dalam dan lebarnya kesabaranNya padaku. Seperti Rajawali yang menangkap anakNya ketika belajar terbang, Allah selalu sigap dan pasti.
Ditengah kelabilan, pelarian, dan ketidaksetiaanku pun Dia selalu kudapati setia.
Hari ini, didalam ketidaksetiaanku aku bertanya padaNya "kenapa harus seberat ini Tuhan, kenapa harus orang bodoh dan berkapasitas kecil seperti saya?"
Lalu, malam ini didalam kesetiaanNya, dia menjawab melalui status saudara KTB saya.


"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna"
(2 Kor 12:9a)

Minggu, 25 Januari 2015

Hari Minggu yang sangat terang

Kamar Kost, 19.20, Black and Black
 
Hari ini adalah hari yang sangat tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Hari yang cukup tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata (berlebihan sepertinya, hehe), kenapa? Karena hari ini, aku belajar banyak hal, dan hari ini suasana kota Surabaya terasa sama seperti kota dimana aku tumbuh (Takengon). J Tadi malam, aku mendapat chat dari seorang abang yang sudah seperti abangku sendiri, bang Helvry namanya. Beliau adalah salah satu dari banyak abang dan kakak from different parent yang aku punya. Ya, Takengon adalah suatu kota dimana kami semua lahir, sekolah, dan bertumbuh bersama, namun dengan berbagai macam alasan, saat ini kami tidak lagi disana, bukan orang tua kami setidaknya. Dalam proses merantau kami, kota yang terkenal dengan kopi gayonya dan dinginnya yang menusuk tulang itu, tidak akan pernah terlupakan.

Nah, kembali ke bang Epy (begitulah kami adik”nya memanggilnya). Semalam aku pikir, hari ini kami hanya dapat sharing dan bercerita di stasiun gubeng, sebelum kepulangannya bang Epy ke Bandung, tapi ternyata bisa jauh lebih seru dari itu *senyum lebar*

Yang pertama, suasana beribadah hari ini seakan-akan seperti gereja di jalan Blang Kolak, Aceh Tengah. Why? Karena aku ibadah bareng bang Epy hari ini, aroma” Takengonnya sangat kuat. (hehehe) jadi kangen dengan bapak dan mamak.

Nah dalam ibadah hari ini aku belajar hal yang pertama, yaitu tentang terang yang mencelikkan mata kita yang buta. Bukan sekedar terang, tapi Terang yang kupelajari hari ini adalah Sang Pemberi terang yang menjadi Terang itu sendiri.

Hal yang sangat menamparku hari ini adalah bagian dimana Pdt. Hadyan Tanwikara berkata hal yang ingin Yesus hilangkan dari hidup kita adalah kegelapan yang menggelapkan mata kita, kegelapan yang membuat kita menjadi manusia yang hanya bisa melihat orang lain dari sisi gelap mereka. Benar juga kata pendeta dari GKI Gejayan, Jogja ini (baca:tempat aku beribadah selama tinggal di Jogja). Kita seringkali sangat ‘peka’ melihat sisi gelap orang lain, lalu menceritakan kegelapan orang itu, agar kita bisa terlihat terang. Menceritakan kejelekannya, agar saya terlihat baik. Proses hakim-menghakimi yang pastinya semua orang, termasuk saya pernah bahkan sering lakukan.

Dalam kegelapan mata dan hidup kita, Yesus yang adalah Sang Terang datang untuk membagikan terangNya bagi kita, supaya kita bisa melihat hal yang jauh lebih indah dan benar. Semua orang butuh Terang, caranya hanya mengikuti Sang Terang itu secara terus menerus, dan berjalan terus menerus dibelakang Sang Terang. Karena, hanya didalam teranglah kita memiliki tujuan, semangat dan ketaatan secara terus menerus. Kegelapan bukan hanya berbicara tentang dosa, tapi kegelapan yang paling utama berbicara tentang hidup yang dijalani TANPA TUJUAN (baik secara hidup didalam dunia, maupun secara kekekalan).

Hiduplah dalam terang Kristus kawan, jangan biarkan dunia berada diantara kamu dan Kristus, lalu menghalangi kamu untuk menerima terang itu. Tapi hiduplah tepat didalam terang itu, bertujuan hidup padaNya, semangat didalamNya, dan taatlah kepadaNya.

Pelajaran kedua yang aku dapat hari ini, adalah kegelapan yang memiskinkan wawasan manusia. Kegelapan itu bernama jarang membaca buku (baca:selain buku pelajaran, yang memang menjadi tuntutan untuk dibaca).

Mungkin kegelapan yang aku punya bukan jarang membaca buku, aku termasuk orang yang suka membaca buku, hanya saja sangat miskin wawasan tentang buku. Selain buku dari tuntutan studi, literatur perkantas, SAAT, dan momentum, bisa dibilang aku tidak pernah membaca buku. Sangat miskin dan hampir buta bukan? 

Nah, hari ini bang Epy mengajakku ketemu dengan seorang temannya, dia adalah anggota yang sudah dikenal secara internasional dari komunitas mereka, komunitas blogger buku indonesia namanya. Bertemu dengan ce Fanda dan bang Epy hari ini, membuka banyak wawasanku tentang buku. Tentang buku klasik, filosofi-filosofi, cara beli dan nawar buku dilapak buku bekas, sistem pendidikan Indonesia tercinta ini yang sangat jauh dari filsafat, pelajaran teori Akuntansi misalnya, kenapa pendapatan itu bisa terjadi? Kenapa proses perpindahan hak pada harta dikatakan pendapatan? Sepertinya tidak pernah membahas hal ini diruang persegi penuh bangku dan satu panggung itu. Adanya, belajar sejarah yang tidak jelas, berujung pada paksaan harus dihapal, lalu selesai di soal ujian berbentuk pilihan berganda atau essay yang jawabannya bersifat ‘pasti’. Akhirnya teori akuntansi menjadi salah satu pelajaran yang cukup membosankan bagi mahasiswa akuntansi. Topik pembicaraan yang cukup luas sampai tentang apa salahnya seseorang hidup single (tidak pernah pacaran sekalipun) selama 23 tahun dan belum menikah pada usia 32 tahun atas pilihan sendiri? Ada banyak hal didalam hidup yang dijadikan standar atau patokan kesuksesan, yang sebenarnya tidak masuk akal.

Sebagai orang yang terkenal gutul (baca: bahasa karo bandel) dikalangan para Takengon’ers, tidak menyangka bisa ngobrol hal seluas dan sejauh ini dengan bang Epy.
Hari ini juga, terbukti sudah kecupuanku. Selama kurang lebih empat tahun hidup di Surabaya, ini pertama kalinya aku tahu ada tempat bernama Kampung Ilmu (di Jl. Semarang), kalo ga karena bang Epy, mungkin sampe aku meninggalkan Surabaya pun, aku ga akan pernah tau tempat seperti Kampung Ilmu. Ah, cupunya aku. Hehehe

Terakhir, bukan hanya wawasan, obrolan, aroma Takengon, solusi atas studi + profesi, dan makanan yang aku dapat dalam paket quality time sama bang Epy hari ini, tetapi 2 buku fiksi klasik + beberapa pembatas buku ala bbi (blogger buku Indonesia) dan satu doggy bag perpus UI juga aku dapatkan.

Wah, betapa penuh berkahnya hari ini Tuhan. Bukan hanya belajar terang, tapi juga mengalami terang dari Sang Terang itu sendiri. Melihat komunitas-komunits seperti ini aku melihat, ada banyak orang keren yang dibalut dengan kesederhanaan dan gaya yang cukup biasa. Tapi wawasannya, ga tergantikan deh sama materi sebesar apapun.

Tuhan, hari ini seperti hadiah untuk pembaca buku kertas dan blogger level dibawah awam seperti saya *smile*
Terima kasih... *smile*


Buku Fiksi Klasik Pertamaku :)

Kamis, 15 Januari 2015

Percayalah Kepada TUHAN, Akuilah DIA, dan Takutlah KepadaNYA :)

Kamar Kost, 13.38 PM, Black and Gray
Kemarin olahraga pertama yang aku jalani di tahun 2015 ini... Rasanya senang sekali, ketika jantung mulai berpacu lebih kuat, ketika rangsangan dari hipotalamus menyebabkan kelenjar keringat mengeluarkan cairan keringat, ketika itulah tubuh menjadi sangat segar... ^^
Hari ini tidak bisa olahraga seperti kemarin, tp bersyukur keberadaan skipping bisa mendukungku untuk tetap berolahraga hari ini... hehehe
sebenarnya cerita olahraga diatas hanya sedikit basa basi sebelum aku bercerita hal yang sesungguhnya ingin kuceritakan...

Akhir-akhir ini, banyak orang yang sadar pada perubahan wajahku. Ya, perubahan yang diakibatkan oleh banyaknya jerawat -_-
Tidak dipungkiri, akhir" ini terlalu banyak hal yang aku pikirkan, terkadang karena terlalu banyaknya hal yang aku pikirkan, aku jadi memusingkan hal yang tidak perlu untuk dipusingkan, misal : pusing krn 2 kegiatan penting, yang harus dijalani kedua-duanya, tapi jadwalnya bentrok. Padahal, salah satu dari kegiatan itu acaranya bukan pada hari yang bentrok itu, melainkan besoknya, jadi intinya jadwalnya tidak bentrok.

Aku menyadari bagian ini pada diriku, bagian dimana aku sering menjadikan semua hal sebagai bahan pikiran dan dimana ada kesalahan, aku akan menyalahkan diriku, setidaknya begitulah yang dikatakan oleh ce Iis dari beberapa hasil tes ku. Hanya saja baru kali ini aku mengalami, banyaknya pikiran tegak lurus sama banyaknya jerawat.
Sebenarnya apa sih yang dipikirin van?
Kalau ada yang nanya kaya gini, aku cenderung ga bisa jawab, kenapa? Karena terlalu banyak yang dipikirkan, pikiran itu udah kaya benang kusut diotak, jadi terlalu susah dan ribet untuk menemukan ujung benang untuk diceritakan.
Aku bukanlah orang yang hobi cerita keorang-orang masalah apa yang aku hadapi, tapi aku juga bukan tipe orang yang bisa memendam masalah sendiri. So, kecendurang yang akan terjadi, aku bakalan keluarin semuanya dalam kondisi ceritanya udah panjang, kondisinya udah ribet, dan biasanya dalam kondisi emosional (terlalu sedih atau kesal), biasanya sih orang-orang bilang kondisi ini kondisi 'muntab'.
Saat ini aku belum dalam kondisi muntab itu, tapi aku belajar untuk mempertimbangkan hal-hal yang aku pikirkan dengan sharing dengan orang-orang yang menurutku bisa kupercaya dan memberikan solusi yang netral, dan benar, cenderungnya sama orang yang disebut kakak rohani. Tapi, kemarin aku belajar bahwa serohani-rohaninya kakak rohani ga ada yang bisa memberikanmu saran dan solusi sebaik TUHAN. Mungkin secara teori semua orang tau hal ini, tapi aku baru benar-benar mengerti ketika mengalami hal ini. Kenapa? Karena ada kalanya kakak rohanimu tidak netral dan tidak peka terhadap apa yang kamu pergumulkan. Bahkan menuntut hal yang diluar pikiran. Kalau kemarin respon ku kecewa, maka hari ini aku mau merubah responku menjadi bersyukur. Bersyukur bisa diingatkan hal itu, diingatkan serohani-rohaninya kakak rohani, dia bukanlah dewa yang pasti sempurna, pasti selalu bisa diandalkan dan pasti selalu bisa dijadikan tempat sandaran. Bersyukur diingatkan bahwa hal ini HANYA bisa aku lakukan pada TUHAN. Ya, bersyukur untuk Yesus yang tidak hanya mati untuk menebus dosa untuk menyelamatkan manusia dari maut, tapi juga bersyukur bahwasanya untuk selamanya kasih setiaNya. :') Kenapa hari ini responku bisa berubah? Karena Amsal 3 yang aku baca pagi ini... :') Aku mau membagi perenungan ini, tapi menurutku setiap orang bisa mendapatkan pelajaran yang berbeda-beda dari pembacaan Firman, maka aku memutuskan untuk membagi Amsal 3 secara full dan berharap kalian yang membacanya memperoleh pelajaran, pengharapan dan penghiburan seperti aku. :)









Maka, diakhir pembacaan Amsal 3 hari ini, aku memutuskan untuk menghapalkan ayat yang menegurku , memberiku pengharapan dan penghiburan itu... yaitu ayat ini...


 Masalah dan pilihan yang harus dipergumulkan memang masih tetap ada, kondisinya pun belum berubah. Tapi pola pikir, kesiapan hati, dan kondisi jiwa si pemilik pergumulan ini telah berubah. Dia tidak lagi bersandar kepada pengertiannya dan tidak lagi memikul sendiri masalahnya, karena dia mau percaya dengan segenap hati kepada TUHAN yang memikul bagian 'kuk' yang lebih besar yang berdiri tepat disebelahnya.


PERCAYALAH KEPADA TUHAN, AKUILAH DIA, DAN TAKUTLAH KEPADANYA!  
Happy Friday... :)



























Sabtu, 10 Januari 2015

Tiap Detik Menawarkan Pelajarannya Sendiri

17.52 WIB, The Library Cafe, Cream-Blue Jeans.

Dengan sisa-sisa dayaku, aku coba merenungkan ulang, bagian-bagian yang menjadi devosiku, mencoba untuk mereka-reka, bagaimana mungkin pelajaran ini dimulai ketika aku hampir menyelesaikannya? kenapa? bukankah apa yang ingin segera aku kerjakan itu bukan tentang diriku sendiri? bukankah apa yang ingin aku realisasikan itu telah melewati proses bergumul yang panjang?
Siang itu, malam itu, pagi itu, sampai berhari-hari, pertanyaan itulah yang ada dibenakku.
Sampai di satu titik, aku kehabisan daya dan putus asa. putus asa untuk melogikakan kondisi ini, menyerah untuk mencari alasan dan tawar menawar. semakin hatiku mencoba mencari alasan, semakin menguaplah damai sejahtera didalamnya. di titik itulah aku memutuskan untuk duduk, tertunduk dan bercerita. bercerita kepada Pribadi yang sangat aku kagumi dan aku hormati.
Cerita tanpa kata-kata itu menciptakan suatu rasa berserah, pengharapan dan damai sejahtera. Rasa ini menjadi awal untuk aku menguji keputusanku saat itu, menguji haruskah aku yang sudah terlambat satu semester ini, harus mengambil satu semester lagi? demi menaikkan IPK?

Bercerita tentang satu semester demi IPK, beberapa hari ini seperti persiapan perang bagiku.
Advanced Accounting, begitulah nama perangnya. Salah satu perang dari empat perang mematikan bagi mahasiswa akuntansi (baca: Introductory Auditing Practices, Thesis,
Comprehensive Examination). 'ah, mengetiknya saja membuat tanganku gemetar (hehehe).'
Pukul dua pagi tadi aku berencana mengistirahatkan tubuh dan otak yang telah terkuras selama sepuluh jam, niat satu jam itu akhirnya kebablasan sampai pukul enam pagi. Bangun dengan kondisi shock dan langsung menghitung berapa lama lagi waktu tersisa sebelum aku ujian. Aku memutuskan untuk memulainya dengan saat teduh terlebih dahulu.
Tamparan pertama yang Lukas 5:1-11 berikan bagiku adalah Pemahaman Petrus akan Yesus, yang membuatnya memanggilnya bukan lagi Guru tetapi Tuhan. 
Tamparan kedua titik balik dikehidupan ketiga murid membuat mereka mengambil keputusan besar dengan dasar yang besar dan keyakinan penuh untuk mengikuti sang Guru.
Tamparan terakhir yang menjadi perenunganku "ketika kita tahu siapa yang memanggil kita, niscaya kita akan mengikuti Dia sepenuh hati. bila kita belum berserah sepenuh hati, kita perlu bertanya, sudah seberapa jauh kita mengenal Dia?"
Hal ini menegur dengan sangat sehingga renunganku pagi ini di hiasi dengan pipi yang basah.
sesulit-sulitnya Advanced Accounting bagi mahasiswa akuntansi, aku tau hal ini tidaklah sesulit Petrus dan nelayan lain untuk percaya dan tunduk pada perintah Yesus. Petrus dan kawan-kawannya telah bekerja keras sepanjang malam, tetapi hasilnya nihil. Lalu bagaimana mungkin menjala ikan di siang hari, jika malam sebagai waktu terbaik tidak memberikan hasil apapun? Lagi pula, bagaimana mungkin seorang tukang kayu dan guru paham soal jala-menjala melebihi nelayan? Namun, Petrus mengalah. Yesus adalah Guru dan perkataanNya harus dipatuhi, walaupun pada akhirnya dia terbukti salah. Lompatan pengertian yang besar pada Petrus ketika dia memanggil gurunya Tuhan, membawanya  tersungkur mengaku dosa, karena telah enggan mematuhi perintah Sang Guru. Ia mengira dirinyalah yang ahli menjala ikan, tetapi saat itu ia melihat Yesus sebagai Tuhan yang berkuasa atas danau dan isinya.
ah, lalu bagaimana denganku?
aku yang jelas-jelas tau Yesus adalah Allah. Mengenal? benarkah aku sudah mengenalnya dengan benar?
aku yang mengalami Dia secara nyata.
aku yang setiap hari bisa mengenalNya melalui Firmanya.
Bagaimana mungkin aku bisa gagal dalam mengandalkan Allah dalam ujian Advanced Accounting seperti ini?
Seakan-akan akulah yang tau susahnya, Tuhan tidak tau.
Aku berjuang mati-matian, seakan-akan kekuatankulah yang akan menyelesaikan perang ini. Mengandalkan kekuatan sendiri menjadikanku seperti seorang pecudang pagi ini. 
Menjelang detik-detik ujian itu, aku belajar banyak hal, bersyukur banyak hal. Setidaknya masih berkesempatan untuk berserah dan memulai perang dengan kekuatanNya dan memohon pimpinanNya. Detik-detik itu menghantarkan pelajaranNya seperti aliran air yang segar ditengah gurun.
pukul 07.30 - 09.10 perang itu berlangsung...
"kalah atau menang, puji Tuhan dan bersyukurlah Ivana" dalam benakku ketika aku meninggalkan bangku ujianku.
Ketika kamu tidak bisa menyelesaikan perang karena waktu habis itu, menimbulkan rasa kesal karena merasa tidak maksimal lalu rasa itu berhujung pada kesedihan.
Ditengah kesedihan itu, pelajaran tadi pagi tentang Petrus menyelimuti pikiran dan hatiku. Bukan hanya itu, Amsal 17:17 kembali kualami ketika Mita (baca: adik kost, teman berantem, saksi sejarah hidup saya) sharing tentang renungannya pagi tadi.
"that God is too powerful, so there is nothing can not be changed by God"
ah, sejuk rasanya mendengarnya.. :)
Allah yang sama juga bisa memberikan hasil yang terbaik untuk perang ku tadi. tapi, bukan inilah yang menjadi alasanku untuk merasa sejuk. melainkan, kebesaran Allah itu yang menjadi dasar. dasar bahwa tidak akan ada yang terjadi diluar daulatNya. dasar bahwa rancanganNya hanya yang terbaik bagi ku. :)
"do the best, and let God do the rest"
Yaa....
Begitulah detik-detik menawarkan pelajarannya pada ku hari ini..
Begitu pula besok, lusa, dan seterusnya..
Pilihan kitalah yang menjadikan setiap detik menjadi proses pertumbuhan atau pelajaran yang berlalu tanpa makna..

 Teman sang jari ketika menari, penyemangat Imajinasi saat merajut.



ceritanya candid (: taken by Mita
(P. S. pengen lihat gambar aja ada usaha, apa lagi hidup. Hidup yang berkualitas lagi *wink*)