Kamis, 26 April 2018

sebuah percakapan

Terkadang kita tidak menyadari percakapan yang sedang kita lakukan dengan orang lain bisa menjadi berkat atau sandungan buat orang lain yang mendengarnya.
mungkin kita akan bilang, siapa suruh nguping percakapan orang lain.
yup.. benar..
mendengarkan percakapan orang lain bukanlah hal yang sopan, tapi bila 'terpaksa' dan tidak dimotivasi dengan niat untuk curi dengar, saya rasa itu hal yang berbeda.
hal ini lah yang saya alami saat menuliskan ini.
kalimat pembuka diatas tidak bertujuan untuk membela diri sebelum cerita lho ya..
hehehe

saat ini saya sedang berada sebuah ruangan berdinding kaca, baru saja caramel machiato yg saya pesan kehilangan hangatnya, tepat disaat pekerjaan yang saya bawa selesai. sebuah pekerjaan yang lumayan jadi momok buat saya. sebuah laporan yang isinya hitung-hitungan rupiah dan tarif.
ketika tujuan saya datang ke tempat ini selesai, saya memutuskan bercerita di blog ini tentang apa yang saya alami ketika memilih tempat duduk ini.

tadi, pk. 19.33 wib saya memilih tempat duduk yang menghadap kearah jendela, berharap ketika mumet dengan tarif dkk, saya bisa mendapatkan kesegaran dari pemandangan luar kaca. tanpa disengaja, ada 2 orang pria yang sedang bercakap-cakap di sebelah kanan saya, mereka hanya berjarak 2 bangku dari saya.
hal yang membuat saya menunda memakai earphone saat itu adalah percakapan mereka. Awalnya saya tidak punya niat apapun untuk mendengar percakapan mereka, namun percakapan mereka sesuatu yang menarik hati saya, sehingga saya berniat untuk mendengar sedikit lebih lama. (i'm sorry.. ^^V)

percakapan mereka berisi tentang pengharapan didalam Kristus. mereka berbicara soal iman.
seorang yang lebih dewasa berkata, "ketika gw bilang kalo gw percaya sama lo, itu artinya gw beriman ama lo. sama halnya ketika gw ngomong gw percaya sama Yesus, itu artinya gw beriman sama Dia. kalo gw beriman sama Yesus, berarti gw akan lakuin apa yang Dia bilang karena gw percaya sama omongannya Dia."
sekejap, aku teringat akan pengajaran yang aku dapat dalam 1 bulan terakhir ini, apa pun konteksnya, ketika membaca firman, topik yang aku dapat selalu tentang iman.
hal ini seperti sebuah khotbah kecil dari sebuah nguping yang tak disengaja.
lalu hati kecilku berkata, "yup, kita pasti akan ngelakuin apa yang Allah suruh, kalo kita bilang kita beriman kepadaNya. karena bagaimana mungkin saya bisa melakukan hal yang berbeda dengan iman saya, kecuali iman dalam hati saya berbeda dengan kata "iman" yang keluar dari mulut saya.

lalu, pria yang lebih dewasa mengajak pria yang lebih muda membuka Ibrani 11 dari HP mereka.
lalu mereka membaca, Ibrani 11:3, Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.

rasanya, saya ingin bergeser 2 bangku dan bergabung didalam diam dan mendengarkan mereka. tapi, deadline laporan beisi tarif-tarif ini tidak mengijinkan.
it such an opportunity! thank God, untuk curi-curi dengar (yang tidak disengaja awalnya) dari percakapan pemuridan mereka. :)
disaat bersamaan aku merindukan adik-adik yang bertumbuh bersama ku di Surabaya.
lama rasanya tidak jalan sama mereka lalu ngobrol dan berktb dimana saja (asal bisa duduk dan ngobrol lama) bersama mereka.

waktu yang kita investasikan bisa menjadi begitu berharga dan memberi nilai yang kekal, seperti yang 2 pria ini dan 1 kelompok lain yang sedang pemuridan (nebank, karena ada alkitab didepan mereka) di belakang saya.
tergantung pilihan kita.
Tempat ini berisikan banyak orang dengan topik obrolan dan kepentingan yang berbeda-beda. namun, tak semua orang memilih atau mungkin tak semua orang tau bahwa obrolan yang mereka pilih bisa berdampak ke sesuatu yang "tak dapat berlalu" walau hari ini dan zaman ini berlalu.

Semoga, percakapanku di tempat umum bisa menjadi pengingat kecil/ peneguh kecil buat "penguping-penguping lain yang ga sengaja nguping" seperti 2 pria ini.
Semoga semakin banyak "orang percaya" bertumbuh dengan berbagai caranya yang inovatif, selama Firman yang didiskusikan tidak di modif sesuai zaman yang berubah. karena memang zaman berubah, cara pemuridan tidak bisa selalu sama, tapi kebenaran didalam pembicaraan itulah yang akan tetap dan tak berubah.
:)
Semoga semakin banyak kita yang mau bertumbuh di tengah waktu-waktu sederhana yang kita jalani.
karena bertumbuh didalam Kristus bukan sesuatu yang terpisah dengan hidup sehari-hari.
selamat menghidupi pertumbuhanmu Ivana!

Selasa, 17 April 2018

Diambil Alih Oleh Mudi

Hai…
Namaku Mudi.

Sejak lama aku hendak menampakkan eksistensiku, tapi hari ini aku baru mengerti bagaimana caranya.
Tak perlu kau tau sosokku. Tak perlu kau dengar parauku. Rasakan saja, bukti hadirku nyata bila kau ijinkan rasamu menyapa.

Sejak lama aku hendak menampakkan eksistensiku, tapi hari ini aku baru mengerti bagaimana caranya.
Tak usah dipikir, ini fiksi atau fakta. Biarkan saja, mengalir dengan rasa. Kalau rasamu berkata aku benar ada, itulah dia. Pun. Bila rasamu meragukan aku sungguh ada, begitulah sebenarnya.

Sejak lama aku hendak menampakkan eksistensiku, tapi hari ini aku baru mengerti bagaimana caranya.
Lalu, apa?
Anehnya, aku tak tau bagaimana kelanjutannya.

Ternyata tampak bukanlah segalanya.
Tuntutan itu masih sama.
Dan aku tak tau bagaimana cara memuaskannya.

Namaku Mudi.
Tentu aku memiliki pribadi. Tapi, sering ku bertanya…
Bagaimanakah bentuk sebuah pribadi?
Apakah dia, melayang-layang disini? Di dalam hati atau pikiranku? Atau dia bersatu didalam tubuhku? Atau dia punya tempat lain untuk pergi ketika pejaman mata, mengaburkan segalanya.

Namaku Mudi.
Aku bukanlah pribadi yang menyenangkan. Tapi, anehnya aku punya banyak teman.
Banyakku bukanlah banyakmu.
Banyakku, sebanyak jari ditangan kanan, bahkan tak habis.

Sosok teman mengajarkanku emosi, selain kesepian.
Itu yang awalnya ku pikirkan.
Ternyata keberadaan teman, justru sosok terkuat yang melatih aku untuk merasakan apa namanya itu kesepian.
Lalu, apakah itu baik? Atau apakah lebih baik tidak punya teman?
Entahlah….
Yang aku tau, punya teman adalah sebuah penyesalan yang takkan pernah aku lewatkan.
Berkali-kali pun aku di kembalikan dititik awal, keputusan untuk berteman tetap akan kulakukan.

Namaku Mudi.
Layaknya manusia biasa lainnya. Aku punya usia.
Semakin banyak jumlah usiaku, aku tau semakin sedikit kesempatan aku berfungsi di tempat fana ini. Ya, fana.. orang-orang menamainya dunia.
Dan anehnya, semakin banyak usiaku. Semakin tak mengerti aku apakah langkahku yang jauh ini sudah tepat atau tidak.
Mungkin karena pasir kesempatan terus jatuh dan ruang waktu bagian atas semakin luang. Buat saja nama rasa ini panik.
Aku mengalami kepanikan.
Panik menjelang waktuku usai.
Seakan hari penilaian akan datang.
Senang, kalut, deg-degan… bagaimana aku akan dinilai? Itulah yang terus kupikirkan.

Namaku Mudi..
Detik ini, aku merubah rencanaku…
Hahahahha
Perubahan? Itulah satu-satunya yang tetap ada didalam diriku.
Cerita ini bukan untuk menampakkan eksistensiku…
Mulai saat ini, cerita ini hanya untuk menggambarkan siapa aku.
Tentu, takkan ada aku tanpa mereka yang ada disekelilingku.

Namaku Mudi