Selasa, 17 April 2018

Diambil Alih Oleh Mudi

Hai…
Namaku Mudi.

Sejak lama aku hendak menampakkan eksistensiku, tapi hari ini aku baru mengerti bagaimana caranya.
Tak perlu kau tau sosokku. Tak perlu kau dengar parauku. Rasakan saja, bukti hadirku nyata bila kau ijinkan rasamu menyapa.

Sejak lama aku hendak menampakkan eksistensiku, tapi hari ini aku baru mengerti bagaimana caranya.
Tak usah dipikir, ini fiksi atau fakta. Biarkan saja, mengalir dengan rasa. Kalau rasamu berkata aku benar ada, itulah dia. Pun. Bila rasamu meragukan aku sungguh ada, begitulah sebenarnya.

Sejak lama aku hendak menampakkan eksistensiku, tapi hari ini aku baru mengerti bagaimana caranya.
Lalu, apa?
Anehnya, aku tak tau bagaimana kelanjutannya.

Ternyata tampak bukanlah segalanya.
Tuntutan itu masih sama.
Dan aku tak tau bagaimana cara memuaskannya.

Namaku Mudi.
Tentu aku memiliki pribadi. Tapi, sering ku bertanya…
Bagaimanakah bentuk sebuah pribadi?
Apakah dia, melayang-layang disini? Di dalam hati atau pikiranku? Atau dia bersatu didalam tubuhku? Atau dia punya tempat lain untuk pergi ketika pejaman mata, mengaburkan segalanya.

Namaku Mudi.
Aku bukanlah pribadi yang menyenangkan. Tapi, anehnya aku punya banyak teman.
Banyakku bukanlah banyakmu.
Banyakku, sebanyak jari ditangan kanan, bahkan tak habis.

Sosok teman mengajarkanku emosi, selain kesepian.
Itu yang awalnya ku pikirkan.
Ternyata keberadaan teman, justru sosok terkuat yang melatih aku untuk merasakan apa namanya itu kesepian.
Lalu, apakah itu baik? Atau apakah lebih baik tidak punya teman?
Entahlah….
Yang aku tau, punya teman adalah sebuah penyesalan yang takkan pernah aku lewatkan.
Berkali-kali pun aku di kembalikan dititik awal, keputusan untuk berteman tetap akan kulakukan.

Namaku Mudi.
Layaknya manusia biasa lainnya. Aku punya usia.
Semakin banyak jumlah usiaku, aku tau semakin sedikit kesempatan aku berfungsi di tempat fana ini. Ya, fana.. orang-orang menamainya dunia.
Dan anehnya, semakin banyak usiaku. Semakin tak mengerti aku apakah langkahku yang jauh ini sudah tepat atau tidak.
Mungkin karena pasir kesempatan terus jatuh dan ruang waktu bagian atas semakin luang. Buat saja nama rasa ini panik.
Aku mengalami kepanikan.
Panik menjelang waktuku usai.
Seakan hari penilaian akan datang.
Senang, kalut, deg-degan… bagaimana aku akan dinilai? Itulah yang terus kupikirkan.

Namaku Mudi..
Detik ini, aku merubah rencanaku…
Hahahahha
Perubahan? Itulah satu-satunya yang tetap ada didalam diriku.
Cerita ini bukan untuk menampakkan eksistensiku…
Mulai saat ini, cerita ini hanya untuk menggambarkan siapa aku.
Tentu, takkan ada aku tanpa mereka yang ada disekelilingku.

Namaku Mudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar