Kamar kost, 03.41, blue and black
Hari ini ketiadaan hikmat membuat saya mabok kafein. Efek yang jarang timbul akhirnya terjadi, yaitu ga bisa tidur. Efek ga bisa tidur akhirnya kebiasaan lama kambuh, ngelihatin hasil jepretan para seni foto sampe ngebacain semua yang bisa dibaca, termasuk ngebacain blognya orang-orang..
Hasil dari ngebacain blognya orang-orang, nyasar lah lagi di blog seseorang yang ternyata teman dari kak Yantong (nama asli: Yanthi :p ). Dulu pernah leave comment di blog kakak ini, karena setuju dengan pemikirannya. menurutku komentar itu ga bakal dibalas atau mungkin tidak sempat dibaca, karena mungkin beliau orang yang sibuk (saya sotoy ^^), eh ternyata dibalas. Nah, dulu aku punya pengalaman yang membuatku punya pemikiran yang sama, kalo memberitakan Injil itu tidak selamanya harus verbal, walaupun tidak dipungkiri ada momen-momen mengungkapkan secara verbal dibutuhkan, tapi aksi Injil yang seringkali mati adalah gerakan nyatanya, tindakan, bukti, sesuatu yang bisa dirasakan, bukan cuma didengar. Seperti misalnya metode pemberitaan Injil sendiri, terkadang hati yang rindu untuk memberitakan itu mati karena fokusnya pada hapalannya, urutan metodenya, dan bla bla bla. Karena itu juga sering melihat beberapa teman mahasiswa lebih fokus pada sharing injil dengan verbal dan harus pas dengan 1 metode, trus akhirnya lupa ketika aksinya kita dikampus, ditempat main juga diperhatikan oleh mereka yang butuh injil itu.
Seperti pengalamanku yang dijudge apatis oleh seorang teman karena ga pernah ada di kegiatan angkatan, ga pernah tau 'gosip' terbaru dikampus, jarang bisa kasi waktu untuk belajar bareng, hanya sibuk diorganisasi kerohanian kristen. Ketika kata-kata apatis itu sampai ke telingaku melalui teman lain, perasaan marah pertama kali keluar, lalu mulai berpikir "iya ya, ketika aku sibuk di persekutuan doa, dampakku bagi mereka apa? Ketika sibuk mengurusi pelatihan ** , warna yang aku berikan bagi mereka yang lalu lalang di hidupku apa?, dan aku sangat tertampar ketika aku sibuk menyuarakan Kristus, mereka justru tidak melihat Kristus di hidupku. Esensi itu gagal mereka dapatkan, karena aku terlalu banyak bicara tentangku dan imanku, tanpa tau cerita mereka, kebutuhan mereka, hidup mereka. Saat itu kata-kata apatis berhasil membuat otakku berpikir, ternyata selama ini waktuku, lelahku ga bermakna sama sekali, seperti usaha menjaring angin.
Pemuridan juga sama, sering kali kakak ktb hanya sibuk mengejar pertemuan untuk menjejali adek ktb dengan semua teori, materi, dan doktrin yang mereka anggap penting. Ya, memang penting sih sebenarnya, tapi semua Firman penting itu jadi omong kosong untuk seorang jiwa bila kakak ktb sibuk menjelaskan guna shampo bila adek ktb sebenarnya butuh sabun -_-"
ketika kakak ktb sibuk menjelaskan materi yang berat-berat dan teori-teori tentang integritas tapi ga pernah cerita aplikasinya, pengalaman nyata kakak ktb itu sendiri ketika berjuang untuk berintegritas seperti apa, konsep yang dipelajari di ktb itu kalo dikonteks kampus, dan kehidupan nyata itu seperti apa? Jarang ada yang seperti itu.
Maka, jangan heran bila ktb nya rajin, belajarnya udah banyak doktrin, versi KJV, ESV sampe bahasa asli udah dipaparkan, tapi kok adek-adek ktb nya ga berubah-berubah? Kognitifnya oke, tapi proses nyata nya jadi hilang. efeknya, ketika adek ktb yang dianggap udah 'dewasa rohani' disuruh PI dan memuridkan orang lain, jawabnya malah: "itu bukan panggilanku kak", "aku ga pintar memimpin ktb kak", "aku ga bisa bicara kak", dll. *tongkat estafetnya berhenti, lalu pemuridan mati*
Menurutku itu bukan salah adek ktb, kalo dia melihat memuridkan itu pilihan bukan keharusan, kalo dia melihat memimpin ktb itu masalah pintar dan bisa bicara, kenapa? Karena yang dia lihat ya seperti itu, 'seorang malaikat' yang memimpinnya. Dulu ketika pertama kali punya kelompok ktb, nasehat pertama kak Marisse (kakak rohaniku, tapi bukan kakak ktbku) adalah "dik, ktb itu sharing hidup, bukan belajar agama."
dari nasehat itu, ada kerinduan untuk belajar sharing bagaimana Tuhan menegur tapi juga mengajarku disaat kejatuhanku, sharing pengalaman nyataku betapa susah dan juga gembiranya berjalan mengikut Kristus itu, mengajak saling mendukung dalam doa, dan mengajak berpikir bersama tindakan nyata apa yang Tuhan ingin kita lakukan dan bisa kita aplikasikan dari didikan yang kita dapat hari ini? Aku ga bilang kelompok-kelompok ktb ku sempurna, tapi setidaknya aku berani bilang kalau kami belajar menghidupi Firman yang kami pelajari, bukan hanya mengetahui dan menguasai bak para Farisi. Pada akhirnya arti ktb sendiri nyata, karena adek-adek ktb pun tau kalau kakak ktb mereka manusia bobrok dan berdosa, bukan malaikat, mereka tau kejatuhan-kejatuhanku, kealayanku, kecerewetanku, dan juga betapa nyatanya Yesus berdaulat didalam banyaknya kekuranganku, maka kami sama, kami butuh bertumbuh bersama, didalam Otoritas dan Kasih yang sama. Student movement berpengaruh besar dalam misi dunia, karena ada tindakan nyata bukan hanya kata-kata, karena menghidupi iman yang dipercayai bukan 'memperkosa' doktrin hanya secara kognitif saja. Semoga saya juga bukan orang yang seperti itu, hanya bisa bicara tanpa melakukan apa-apa.
Hmmm, panjang juga curhat colonganku diatas.. hehehe
Btw, aku sering kagum melihat para manusia yang punya talenta menumpahkan pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan mereka kedalam tulisan. Karena menurutku menulis itu ga gampang. Ya, maksudku tulisan yang benar-benar tulisan, bukan sekedar tulisan yang berisi curhatan pribadi seperti isi blog ku ini.. hehe
Sering, berpikir.. kok bisa ya menuliskan hal kritis yang menggerakkanku ikut berpikir? Kok bisa ya menuliskan hal rumit, tapi nyata dan fakta? Yang paling penting, kok bisa ya menuliskan hal yang sangat memberkatiku dan menarikku kedalam ruang refleksi? Seperti tulisan kak Zadok yang menamparku ketika dia menuliskan "lalu pembicaraan berpusar kembali kepadanya dan Tuhannya dan misi surgawinya.", "“Bersaksi” (dalam definisinya) membuatnya merasa “menjalankan misi Kristus.” Saya punya misi lain, yaitu meninggalkan setiap orang yang terlalu banyak bicara." Lalu aku pun bertanya, apakah aku seperti orang yang ditulisan kakak ini? Terlalu banyak "bicara"? dan... perenunganpun dimulai..
Ya, betapa hebatnya Pribadi yang menciptakan talenta itu, dan bersyukurlah pribadi yang dipercayai talenta itu :) Soli Deo Gloria!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar