17 Maret 2018 s.d. 18 Maret 2018
27..
Ketika kamu mendengar umur 27, apa yang ada dalam pikiranmu?
Sebuah kedewasaan?
Sebuah kemapanan?
Sebuah hidup sebagai mama muda yang penuh pesona?
Sebuah hidup sebagai tulang punggung keluarga?
Sebuah titik hidup dengan beragam pilihan dan kesempatan?
Atau…
Sebuah ruang kosong dan pencarian ulang akan sebuah makna?
Aku?
Aku berada dalam paradoks hidup di usia ini.
Belum lama bersematkan usia ini.
Baru kemarin dan hari ini, kalo rumus matematika belum
berubah, total masih 2 hari aku bermahkotakan usia 27..
Kenapa pake simbol mahkota?
Iya, biar ga sinis-sinis amat sama 27.
Back to paradox..
Paradoks apa yg aku alami di usia 27?
Awal 27 kuawali dengan down+grateful yang luar biasa dalam..
(iya keduanya sama dalamnya)
Down kenapa? Titik 27 ini, aku mendapati diriku bertanya
ulang, apa yang Tuhan mau untuk aku lakukan di fase ini? Dulu aku bertanya, who
am i? lalu, aku ada untuk melakukan apa di dunia ini? Dan sekarang, sekarang
aku udah dekat dengan fase enyah dari jagat raya ini, lalu bagian apa yang
Tuhan mau untuk kuambil dan kerjakan?
Down, karena ga siap dengan kata tua (kasian ni anak),
karena ga siap dengan tanggung jawab-tanggung jawab yang lebih (atau sebenarnya
tuntutan yang lebih?), karena mendapati diri diusia ini aku masih pribadi yang
penuh excuse dan pengecut untuk mengambil resiko dari sebuat keputusan. Udah
usia segini tapi masih meragukan providence nya yang Ciptain saya.
Down, karena mendapati diri ada didalam dunia yang sinis
terhadap pilihan-pilihan hidup seperti saya, yang kemudian membuat saya
berpikir ulang akan pilihan ini. Menilai ulang.
Down, karena saya terbuai, dan tersedot, terjebak disebuah
kekosongan.
Tapi..
Grateful buat apa? 27 ini justru gratefull karena berada di
fase hidup yang berani liat realita hidup kaya apa. Misal ga perlu banyak teman
kalo itu Cuma relasi basa basi pencitraan dan hanya sebatas pemenuhan tuntutan sosial
atau hanya menjaga tali persilaturahmian yang terlanjur terjalin.
Gratefull, tetap bisa
mendapati diri punya banyak orang yang sejatinya emang teman dan hadir untuk
memberi ruang bagi Ivana untuk melihat, saya masih special buat beberapa
manusia lain.
Tentu bukan, karena aku orangnya asik, baik dan menyenangkan
ditemani. Tapi, sadar benar ini sebuah gift no.1 didalam 27 tahun ini.
Gratefull, karena keluarga dan sahabat-sahabat yang aku
punya ga banyak tapi udah diuji oleh waktu, dan mereka stay.
Gratefull, karena sebuah pelajaran dari Tuhan masih belum
berhenti didengungkan (artinya, Tuhan ga diam sama aku!)
Gratefull, Ivana yang bobrok nan bangsat ini punya Allah
yang setia dan keren banget, yang sampe sekarang masih merombak bagian-bagian
yang salah dalam hidup dan dibangun sesuai identitas baru yang Dia berika untuk
saya, untuk menjadi Bait Suci nya Dia.
Gratefull, karena dapat kesempatan mengajukan telunjuk ke
diri sendiri.
Banyak orang yang bilang, dengan rajin-rajin bersyukur dan
ga mengeluh hidup kita akan lebih ringan.
Jujur, aku sih ga terlalu setuju.. hehe
Mensyukuri hidup bagiku ga menjadikan hidupku lebih ringan.
Aku masih dengan masalah yang sama, hidupku masih dikekang
pergumulan yang sama, dan otakku masih dengan pertanyaan-pertanyaannya akan
eksistensi hidup yang sama.
Tapi, kenapa aku masih mau jd volunteer bersyukur?
Karena ketika aku bersyukur, aku tau sejauh ini, ga ada yg
ga selesai ‘dikerjain’ Allah dalam hidupku. So, untuk yang ini dinikmati
ajalah, toh nanti aku juga akan bilang ‘makasi Tuhan, ternyata ini maksudnya’.
Jadi sekarang dihadapi ajalah. Bersyukur, karena masalah yang ini pun datang
dengan kekuatan nol dr aku, tapi masih ada percikan-percikan tanda bahwa Tuhan
lagi ga beralih pandang dariku atau gagal fokus dalam hidupku.
Jadi, bersyukur. Dan aku down. Tapi aku bersyukur. Dengan
tetap meneteskan air mata. Yang dialiri dengan kata terbata, s.y.u.k.u.r.
Jadi ini paradox ga?
Orang down emang bisa bersyukur?
Emang kalo benar-benar bersyukur bisa down gitu?
27..
Ada banyak petualangan yang melambaikan tangan didepan.
Dari yang bungkusannya orang-orang pasti suka banget, sampe
tampakannya tolol dan bodoh banget buat orang-orang yang sejatinya juga ga
lebih pintar.
Ya itulah kita. Terkadang lupa, bisa menilai orang bodoh
bukan karena kita pintar, tapi karena kita berada didalam kebodohan itu,
makanya yang kita bisa lihat Cuma sebuah kebodohan, hanya sayangnya mata
tertuju keluar, karena emang mata ga bisa mutar balik ngeliat ke dalam.
27..
Ada banyak resiko yang bisa dipilih.
Lebih tepatnya harus dipilih, atau kamu akan terjebak dalam
ruang kosong. Ga bertumbuh. Hidup tapi ga bernyawa.
27..
Kalo pun 26 ga bisa bertahan lebih lama.
Kali ini, 27 berjalanlah lebih perlahan.. bisakah?
Aku akan segera membuang kata denial itu dan menjadi berani..
Aku akan segera berani menggandengmu
Akan.. segera..
Welcome 27.